TAKSONOMI BLOOM
Pada tahun 1956, Bloom telah
mengklasifikasikan dimensi proses kognitif dalam enam kategori yaitu,
pengetahuan(knowledge), pemahaman (comprehension),
aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi(evaluation).
Model taksonomi ini dikenal sebagai Taksonomi Bloom. Selanjutnya Anderson dan
Krathwohl (2001) melakukan revisi mendasar atas klasifikasi kognitif yang
pernah dikembangkan oleh Bloom, yang dikenal dengan Revised Bloom’s Taxonomy (Revisi Taksonomi Bloom).
Taksonomi Bloom merujuk
pada taksonomi yang
dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali oleh Benjamin S Bloom pada
tahun 1956.
Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah,
kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang
lebih rinci berdasarkan hirarkinya.usun
Tujuan
pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1.
Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berfikir.
2.
Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara
penyesuaian diri.
3.
Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.
Revisi Taksonomi
Bloom terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Dimensi
proses kognitif berkaitan dengan proses yang digunakan siswa untuk mempelajari
suatu hal, sedangkan dimensi pengetahuan adalah jenis pengetahuan yang akan
dipelajari oleh siswa (Amer, 2006 :214).
Menurut Krathwohl
(2002: 215) tingkatan proses kognitif hasil belajar berdasarkan Revisi
Taksonomi Bloom ini bersifat hierarkis, yang berarti kategori pada dimensi
proses kognitif disusun berdasar tingkat kompleksitasnya. Understand lebih kompleks daripada Remember, Apply lebih kompleks daripada Understand, dan seterusnya. Namun,
kategori proses kognitif pada taksonomi Bloom, dimungkinkan untuk saling overlap dengan kategori proses kognitif yang
lain.
Pengertian
C1, C2, C3, C4, C5, dan C6
1.
Pengetahuan (C1)
Pengetahuan adalah aspek yang
paling dasar dalam taksonomi Bloom. Pengetahuan hafalan yang perlu diingat
seperti rumus, batasan definisi, istilah pasal dalam undang-undang, nama dan
tokoh, nama-nama kota dan lain-lain. Hafal menjadi prasyarat bagi pemahaman,
misalnya hafal suatu rumus maka kita akan paham bagaimana menggunakan rumus
tersebut atau hafatl kata-kata akan memudahkan membuat kalimat.
2. Pemaharnan (C2)
Pemahaman dapat dibedakan menjadi
tiga yaitu tingkat rendah seperti menterjemah. Tingkat kedua yaitu pemahaman
penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui
berikutrya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian.
Pemahaman tingkat ketiga, yaitu pemahaman ektrapolasi yang mengharapkan
seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang
konsekuensi atau dapat memperluas.persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus,
ataupun masalahnya.
3. Aplikasi (C3)
Menerapkan aplikasi ke dalam
situasi baru bila tetap terjadi proses pemecahan masalah. Pada aplikasi ini
siswa dituntun memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu
abseksi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat
untuk diterapkan dalam situasi baru dan menerapkannya secara benar.
4.
Analisis (C4)
Dalam analisis, seseorang
dituntut untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam
unsur-unsur atau komponen-komponen pembentuknya.
5. Sintesis (C5)
Pada jenjang ini seserang
dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan
berbagai faktor yang ada.
6. Evaluasi (C6)
Seseorang dituntut untuk dapat
mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan, atau
konsep berdasarkam suatu kriteria tertentu.
konsep berdasarkam suatu kriteria tertentu.
Problematika Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pendidikan sebagai
proses pengubahan sikap dan tata laku/pembentukan pribadi yang terarah pada
diri peserta didik (manusia) dalam usaha mendewasakan peserta didik melalui
upaya pengajaran dan pelatihan, pendidikan sebagai kegiatan pewarisan budaya,
pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara yang berjiwa patriotik, serta
pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja, menjadikan pendidikan harus
mendapatkan perhatian besar. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dari sisi
pendidikan adalah sarana dan prasarana ppendidikan itu sendiri dimana sarana
dan prasarana pendidikan ini merupakan salah satu faktor yang mendukung
keberhasilan program pendidikan dalam proses pembelajaran.
Mutu
sarana dan prasarana masih sangat bervariasi. Hal ini dapat kita lihat
dilingkungan kita dimana masih banyak sekolah-sekolah yang keadaan gedungnya
tidak aman dan kurang memadai untuk digunakan melaksanakan proses belajar
mengajar (lembab, gelap, sempit, rapuh). Sering juga dijumpai bahwa lahan/tanah
(status hukum) bukan milik sekolah atau dinas pendidikan; letaknya yang kurang
memenuhi persyaratan lancarnya proses pendidikan misalnya letak sekolah berada
di tempat yang ramai, terpencil, kumuh, dan lain-lain; perabotan berkenaan
dengan sarana yang kurang memadai bagi pelaksanaan proses pendidikan misalnya
meja/kursi yang kurang layak digunakan, alat peraga yang tidak lengkap,
buku-buku paket yang kurang memadai, dan lain-lain.
Di
Indonesia sendiri sudah terdapat undang-undang yang berkaitan dengan
pengontrolan dan pemeliharaan administrasi pendidikan yang berupa sarana dan
prasarana pendidikan. Dengan adanya undang-undang tersebut, diharapkan dapat
melindungi administrasi pendidikan dari segala hambatan yang ada. Namun, jika
kita melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, sangat jauh dari
perhatian pemerintah. Terutama sarana dan prasarana yang banyak tidak sesuai
standar atau tidak layak seperti contoh-contoh diatas. Hal inilah yang akan
dibahas lebih jauh pada pembahasan berikutnya tentang problematika sarana dan
prasarana pembelajaran yang ada di Indonesia.
A. PERMASALAHAN SARANA
DAN PRASARANA PENDIDIKAN
1. Fasilitas Yang
Minim
Volume sarana dan prasarana yang minim
masih mejadi permasalahan utama disetiap sekolah di Indonesia. Terutama di
daerah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Kasus seperti ini dapat menimbulkan
kesenjangan mutu pendidikan. Banyak peserta didik yang berada di desa tidak
bisa menikmati kenyamanan dan kelengkapan fasilitas seperti peserta didik di Kota.
Oleh karena itu, kualitas pendidikan di desa semakin kalah bersaing dengan
kualitas pendidikan di kota. Selain itu masih banyak fasilitas yang belum
memenuhi mutu standar pelayanan minimal. Hal seperti ini membuktikan bahwa
lembaga pendidikan kurang memfasilitasi bakat dan minat siswa dalam
mengembangkan diri. Akibat ketidak tersedianya fasilitas tersebut, para pelajar
mengalokasiakan kelebihan waktunya untuk hal-hal yang negatif.
2. Alokasi dana yang
terhambat
Banyaknya kasus penyalahgunaan
dana adminitrasi sekolah, membuat sarana dan prasarana sekolah tidak terwujud
sesuai dengan harapan, adanya permainan uang dalam adminitrasi membuat
pendidikan semakin tidak cepat mencapai titik kebehasilan.
3. Perawatan yang Buruk
Ketidak
pedulian dari sekolah terhadap perawatan fasilitas yang ada menjadikan buruknya
sarana dan prasarana. Sikap acuh tak acuh dan tidak adanya pengawasan dari
pemerintah, membuat banyak fasilitas sekolah yang terbengkalai. Ketidaknyamanan
menggunakan fasilitas yang ada, akibat kondisi yang banyak rusak, membuat para
pelajar enggan menggunakannya. Kasus seperti ini biasanya terjadi karena tidak
adanya kesadaran dari setiap guru, siswa, dan pengurus sekolah.
Dari
ketiga point di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa sarana dan
prasarana pendidikan di Indonesia masih perlu dibenahi. Banyaknya permasalahan
sarana dan prasana akan menghambat proses pembelajaran, yang akibatnya
berpengaruh pada ketercapaian dari tujuan pendidikan.
B. DAMPAK YANG TIMBUL
DARI PERMASALAHAN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Dengan
keterbatasan sarana dan prasarana tersebut dapat dikatakan bahwa lembaga
pendidikan kurang memfasilitasi bakat dan minat siswa dalam mengembangkan diri.
Akibat tidak tersedianya fasilitas tersebut para pelajar mengalokasikan
kelebihan energinya tersebut untuk hal-hal yang negatif, misalnya tawuran antar
pelajar, kelompok-kelompok kriminal yang umumnya meresahkan masyarakat.
Setidaknya ada dua dampak dari kurangnya sarana dan prasaranan pendidikan
yaitu:
a. Rendahnya Mutu Output Pendidikan
Kurangnya sarana pendidikan ini
berdampak pada rendahnya output pendidikan itu sendiri, sebab di era
globalisasi ini diperlukan transormasi pendidikan teknologi yang membutuhkan
sarana dan prasaranan yang sangat kompleks agar dapat bersaing dengan pasar global.
Minimnya sarana ini menyebabkan generasi muda hanya belajar secara teoretis
tanpa wujud yang praksis sehingga pelajar hanya belajar dalam angan-angan yang
keluar dari realitas yang sesungguhnya. Ironisnya pemerintah kurang mendukung
bahkan cenderung membiarkan tercukupinya fasilitas pendidikan. Kerusakan
sekolah, laboratorium, dan ketiadaan fasilitas penunjang pendidikan lainnya
menyebabkan gagalnya sosialisasi pendidikan berbasis teknologi ini. Kerusakan
sekolah merupakan masalah klasik yang cenderung dibiarkan berlarut-larut dan
celakanya lagi hal ini hanya sekedar menjadi permainan politik disaat pemilu
saja.
b. Kenakalan Remaja dan Perilaku yang
Menyimpang
Secara psikologis pelajar adalah masa transisi dari remaja menuju
kedewasaan dimana didalamnya terjadi gejolak-gejolak batin dan luapan ekspresi
kretivitas yang sagat tinggi. Jika lupan-luapan dan pencarian jati diri ini
tidak terpenuhi maka mereka akan cenderung mengekspresikanya dalam bentuk
kekecewaan-kekecawaan dalam bentuk negatif. Sarana pendidikan yang dimaksud
disini, bukan hanya laboratorium, perpustakaan, ataupun peralatan
edukatif saja, tetapi juga sarana-sarana olahraga ataupun kesenian untuk
mengekspresikan diri mereka. Kehidupan remaja diera modern ini tentulah berbeda
dengan kehidupan pada generasi sebelumnya, pelajar saat ini membutuhkan
ruang gerak dalam pengembangaan kematangan emosi misalanya saja grup band,
sepak bola, basket, otimotif dan sebagainya. Jika hal ini tidak dipenuhi
ataupun dihambat maka akan cenderung membuat perkumpulan-perkumpulaan yang
cenderung menyalahi norma. Di indonesia sendiri masih banyak sekolah ataupun
kampus yang tidak memiliki sarana penyaluran emosi ini.
C. SOLUSI DARI PERMASALAHAN SARANA DAN PRASARANA
PENDIDIKAN
Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dalam memperbaiki anomali-anomali
pendidikan ini antara lain:
ü terorganisirnya
koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga
daerah terpencil sekalipun sehingga tidak terputusnya komunikasi antara
pemerintah pusat dengan daerah.
ü Dengan adanya
koordinasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maka selanjutnya kita
dapat meningkatkan Sarana dan Prasarana Pendidikan. Adapun sarana dan
prasarana pendidikan yang digunakan dalam rangka meningkatkan output pendidikan
tentunya kita harus menaikan cost (harga), menaikkan harga disini maksudnya
adalah meningkatkan sarana dan prasarana penunjang pendidikan. Adapun sarana
tersebut meliputi sarana fisik dan non fisik.
Sarana fisik
Pemenuhan sarana fisik sekolahan ini meliputi pembanguan gedung sekolahan,
laboratorium, perpustakaan, sarana-sarana olah raga, alat-alat kesenian dan
fasilitas pendukung lainnya. Dalam hal ini tentunya pemerintah memegang
tanggung jawab yang besar dalam pemenuhan ini, karena pemerintah berkepentingan
dalam memajukan pembangunan nasiaonal. Jika sarana belajar ini telah terpenuhi
tentunya akan semakin memudahkan transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sarana non fisik
Sarana non fisik ini diibaratkan software dalam komputer, jika software ini
dapat mengoprasikan perangkat komputer dengan baik maka pekerjaan akan cepat
selesai. Begitu juga dalam pendidikan jika sistem dan pengajarnya bermutu maka
akan mempercepat pembangunan nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
a. Peningkatan kualitas
guru
Kualitas guru harus ditekankan demi berjalannya pendidikan itu sendiri,
tugas guru adalah merangsang kreativitas dan memberi pengajaran secara
fleksibel, artinya berkedudukan seperti siswa yang belajar tidak ada patron
client. Peningkatan mutu ini bukan hanya pada intelektual guru saja, melainkan
juga mengembangkan psikologis guru itu sendiri misalnya dengan memahami
karakteristik siswa, psikologi perkembangan dan sebagainya.Dengan adanya
peningkatan ini tentunnya akan berdampak pada membaiknya output pendidikan.
Dikarenakan guru dapat menempatkan dirinya sebagaimana mestinya dan bersifat
fleksibel. Kenakalan remaja biasanya terjadi justru karena prilaku guru itu
sendiri misalnya melakukan hukuman fisik kepada siswa ataupun penekanan
psikologis.
b. Pembentukan lembaga
studi mandiri
Pembentukan lembaga studi mandiri ini berfungsi sebagai wadah pengembangan
kpribadian siswa.Jika lembaga studi ini dapat dibentuk tentunnya akan
memperbaiki kualitas fakultas maupun menambah pengalaman mahasiswa.